Senin, 16 November 2009

MODEL DAN MEDIA PEMBELAJARAN GEOGRAFI

MERANCANG MODEL DAN MEMANFAATKAN MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI*
Agung Wijayanto, S.Pd., M.Pd.**

Pendahuluan
Geografi merupakan ilmu untuk menunjang kehidupan sepanjang hayat dan mendorong peningkatan kehidupan. Haggett(2001) dalam bukunya ”Geography. A Global Synthesis” menyebutkan definisi geografi adalah ”Geography is an integrative disipline that brings together the physycal and human dimensions of the world in the study of people, places, and environment”. Dalam definisi tersebut tersirat pengertian yang jelas bahwa geografi merupakan disiplin ilmu bersifat integratif yang menjadi obyek studi (penduduk, tempat dan lingkungannya) dalam dimensi fisik dan manusia. Lingkup bidang kajiannya memungkinkan manusia memperoleh jawaban atas pertanyaan dunia sekelilingnya yang menekankan pada aspek spasial, dan ekologis dari eksistensi manusia. Bidang kajian geografi meliputi bumi, aspek dan proses yang membentuknya, hubungan kausal dan spasial manusia dengan lingkungan, serta interaksi manusia dengan tempat. Sebagai suatu disiplin integratif, geografi memadukan dimensi alam fisik dengan dimensi manusia dalam menelaah keberadaan dan kehidupan manusia di tempat dan lingkungannya.
Mata pelajaran Geografi membangun dan mengembangkan pemahaman peserta didik tentang variasi dan organisasi spasial masyarakat, tempat dan lingkungan pada muka bumi. Peserta didik didorong untuk memahami aspek dan proses fisik yang membentuk pola muka bumi, karakteristik dan persebaran spasial ekologis di permukaan bumi. Selain itu peserta didik dimotivasi secara aktif dan kreatif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman mempengaruhi persepsi manusia tentang tempat dan wilayah.
Pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperoleh dalam mata pelajaran Geografi diharapkan dapat membangun kemampuan peserta didik untuk bersikap, bertindak cerdas, arif, dan bertanggungjawab dalam menghadapi masalah sosial, ekonomi, dan ekologis.
Tujuan mata pelajaran geografi seperti yang tertuang dalam lampiran Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk jenjang pendidikan SMA sebagai berikut:
Memahami pola spasial, lingkungan dan kewilayahan serta proses yang berkaitan
Menguasai keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi, mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan geografi
Menampilkan perilaku peduli terhadap lingkungan hidup dan memanfaatkan sumber daya alam secara arif serta memiliki toleransi terhadap keragaman budaya masyarakat.
Permendiknas nomor 19 tentang standar pengelolaan dalam program pembelajaran mengisyaratkan agar setiap guru bertanggungjawab terhadap mutu kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diampunya dengan cara:
a. merujuk perkembangan metode pembelajaran mutakhir;
b. menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi, inovatif dan tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran;
c. menggunakan fasilitas, peralatan, dan alat bantu yang tersedia secara efektif dan efisien;
d. memperhatikan sifat alamiah kurikulum, kemampuan peserta didik, dan pengalaman belajar sebelumnya yang bervariasi serta kebutuhan khusus bagi peserta didik dari yang mampu belajar dengan cepat sampai yang lambat;
e. memperkaya kegiatan pembelajaran melalui lintas kurikulum, hasil-hasil penelitian dan penerapannya;
f. mengarahkan kepada pendekatan kompetensi agar dapat menghasilkan lulusan yang mudah beradaptasi, memiliki motivasi, kreatif, mandiri, mempunyai etos kerja yang tinggi, memahami belajar seumur hidup, dan berpikir logis dalam menyelesaikan masalah.
Berpijak dari tujuan mata pelaran geografi dan program pembelajaran seperti tertuang dalam Permendiknas tersebut, guru geografi SMA membutuhkan rancangan model pembelajaran inovatif yang di dukung oleh pemanfaatan media pembelajaran yang efisien dan efektif yang merujuk pada perkembangan mutakhir.

Merancang Model Pembelajaran
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk :
1. belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2. belajar untuk memahami dan menghayati,
3. belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
4. belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
5. belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Oleh sebab itu dengan KTSP seorang guru dituntut untuk bisa mewujudkan proses belajar yang berorientasi pada peserta didik agar dalam proses belajar berjalan dengan aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Profesionalisme guru bukan hanya pada kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan, tetapi lebih pada kemampuan melaksanakan pembelajaran yang menarik dan bermakna bagi peserta didiknya. Menurut Degeng dalam Sugiyanto (2009) daya tarik suatu mata pelajaran (pembelajaran) ditentukan oleh dua hal, pertama oleh mata pelajaran itu sendiri, dan kedua oleh cara mengajar guru. Hakikat mengajar menurut Joyce dan Weil dalam Sugiyanto (2009) adalah membantu siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara bagaimana belajar.
Dalam proses pembelajaran guru harus mampu menerapkan (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran dengan tepat sesuai dengan karakteristik materinya.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada peserta didik (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah peserta didik yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah peserta didiknya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang peserta didiknya tergolong aktif dengan kelas yang peserta didiknya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan.
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memiliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, jika para guru telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.
Guru yang kreatif dan memiliki semangat untuk mencobakan model-model pengajaran yang baru akan dengan senang hati menerapkan sebanyak mungkin model. Jika disertai kesungguhan dan mau belajar dari pengalaman ada alasan untuk percaya bahwa ketrampilan guru dalam menerapkan dan memodifikasi model pembelajaran akan semakin baik.
Metode dan strategi pembelajaran telah berkembang dengan pesat dan revolusioner untuk menjawab tantangan dan mengantisipasi tuntutan perkembangan sosial, ekonomi dan teknologi informasi yang telah meng-global.
Paradigma guru sebagai knowledge transformator telah bergeser menjadi knowledge facilitator. Konsekuensi dari perubahan paradigma tersebut, maka guru perlu memperkaya pengetahuan dan meningkatkan keterampilannya, terutama dalam metode dan strategi pembelajaran. Di samping faktor kesiapan peserta didik, keterbatasan kompetensi guru dalam pengelolaan pembelajaran, merupakan salah satu faktor penyebab peserta didik tidak mampu mencapai kompetensi secara optimal.

Memanfaatkan Multimedia dalam Pembelajaran Geografi
Pada era informasi dewasa ini, teknologi komunikasi mengalami perkembangan yang sangat pesat, khususnya media komunikasi. Manfaatnya dapat kita rasakan di dunia pendidikan, yaitu ketersediaan media pembelajaran yang makin beragam yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dari guru kepada peserta didik atau sebaliknya. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah mampu mewujudkan suatu media pembelajaran yang disebut multimedia yaitu bentuk komunikasi yang menggunakan kombinasi berbagai media berbeda yang berbasis pada komputer. Multimedia merupakan jenis media yang memadukan perangkat keras dan perangkat lunak yang berbasis pada penggunaan teknologi komputer yang digunakan sebagai media pembelajaran.
Sejalan dengan perspektif itu, konsep utama multimedia adalah integrasi antara teks, gambar, dan suara. Dengan penggabungan itu keinginan untuk menyampaikan sebuah pesan secara jelas akan dapat tercapai. Konsep multimedia yang demikian akan membawa perubahan paradigma dalam kegiatan merancang media pembelajaran. Multimedia yang semula diartikan sebagai penggunaan ragam jenis media dikelas menjadi tidak lagi sesuai. Pembelajaran yang menggunakan ragam media seperti itu lebih cocok disebut pembelajaran dengan ragam media (media bervariasi). Konsep multimedia yang demikian itu juga membawa konsekuensi bagi para guru untuk semakin akrab dengan multi program, peralatan, dan sumber yang diperlukan untuk merancang multimedia pembelajaran. Dewasa ini telah terjadi perubahan paradigma pembelajaran dari masyarakat abad industri menuju masyarakat abad komunikasi. Salah satu perubahan penting adalah cara pandang terhadap komputer. Dalam pembelajaran abad industri komputer diposisikan sebagai subjek (mata pelajaran) tersendiri, sedangkan dalam abad komunikasi, komputer di posisikan sebagai alat. Selain itu, dalam abad komunikasi penggunaan media dilakukan secara dinamis dengan multimedia. Pemanfaatan komputer dewasa ini terus mengalami perkembangan. Beberapa sekolah telah melengkapi fasilitas komputer dan mencoba untuk melakukan aplikasi berbagai program yang dirasa penting bagi peserta didik. Perkembangan itu tentu merupakan fenomena yang menggembirakan untuk mengantarkan peserta didik pada masa depan mereka agar tidak gagap dengan teknologi informasi.
Setidaknya, ada dua kelemahan dengan sistem pembelajaran komputer yang berlangsung dewasa ini. Pertama, terjadi pemborosan sumber daya. Pembelajaran itu berjalan secara berulang-ulang. Satu program komputer dapat diulang pada jenjang pendidikan yang berbeda. Kedua, pembelajaran itu tidak terintegrasi mata pelajaran yang lain sehingga tidak mampu meletakkan dasar yang memadai kepada peserta didik tentang fungsi komputer tersebut sebagai alat yang dapat mendukung proses pembelajaran. Cara pandang seperti ini menyebabkan pemanfaatan komputer dipahami sebagai subjek yang berdiri sendiri. Sebagai dampaknya terasa aneh jika mata pelajaran selain pelajaran komputer masuk ruang komputer. Padahal, di ruang itu tersedia program-program yang dapat membantu untuk pendalaman materi pelajaran yang lebih menarik, menyenangkan, dan bermakna bagi peserta didik.
Pembelajaran geografi berbasis komputer setidaknya dapat disajikan dalam dua strategi yaitu Multimedia Assisted Learning (MAL) dan Multimedia Assisted Learning by Teacher (MALT). MAL lebih dikenal dengan pembelajaran berbantuan multimedia. Model pembelajaran yang menggunakan multimedia sebagai media utama. Dalam konsep pembelajaran itu, peserta didik berinteraksi secara aktif dengan multimedia pembelajaran yang disajikan. Pembelajaran berlangsung tanpa campur tangan guru. Fungsi guru hanya menjaga agar suasana kelas kondusif bagi peserta didik berinteraksi dengan media. Pembelajaran ini menggunakan compact disk (CD) pembelajaran interaktif yang menyediakan informasi dalam bentuk teks, gambar, dan suara. Jenis teks yang disajikan dapat diatur tingkat kesukarannya sehingga peserta didik dapat membaca langsung sebagai referensi pembelajaran individual di rumah. MALT lebih dikenal dengan pembelajaran berbantuan multimedia dengan pengawasan guru. Model pembelajaran ini menggunakan bantuan multimedia yang dipandu oleh guru sebagai fasilitator. Karena itu, dalam pembelajaran ini peran guru menjadi penting untuk mengelola penyajian dalam kelas sehingga efektif. Dalam kaitan itu, peran guru diharapkan dapat berfungsi sebagai: (1) pengelola kelas agar kondusif, (2) merespon masalah peserta didik sehingga peserta didik tetap konsentrasi pada sajian multimedia, (3) memperkirakan seluruh komponen multimedia agar berjalan efektif, (4) mengetahui beberapa kendala ringan dalam presentasi pembelajaran.

Penutup
Pembelajaran geografi yang bermakna adalah pembelajaran yang dapat memberikan wawasan interelasi, interaksi, dan interdependensi antara fenomena fisik/alamiah dengan fenomena sosial/manusia. Pembelajaran geografi yang hanya menekankan pada aspek fisik/alam atau manusianya saja dan tidak menggambarkan keterkaitan hubungan antara fenomena alam dan manusia belumlah dapat dikatakan sebagai pembelajaran geografi yang tepat sasaran.
Sampai sekarang, pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai seperangkat fakta-fakta yang harus dihafal, potret pembelajaran selama ini antara lain: kelas masih terfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, guru pusat segalanya, satu arah, peserta didik pasif, tegang, miskin media, kaku, lari seperti ketinggalan kereta, dan ceramah masih menjadi pilihan utama metode pembelajaran. Untuk itulah diperlukan model-model pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan yang dapat mendorong peserta didik dapat mengkonstruksikan materi di benak mereka sendiri. Dalam proses belajar, peserta didik belajar dari pengalamannya sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuannya itu. Melalui proses belajar yang mengalami sendiri dan menemukan sendiri akan menumbuhkan minat peserta didik untuk belajar, khususnya belajar geografi. Pembelajaran geografi yang berlangsung dewasa ini tampak belum dapat memenuhi harapan tersebut. Pembelajaran masih sering berjalan tanpa media disajikan secara utuh sesuai dengan objek aslinya. Pembelajaran geografi yang demikian dapat menyebabkan pencapaian kompetensi yang tidak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh guru. Pembelajaran yang bersifat langsung dengan mengunjungi objek-objek geografi tersebut dirasakan banyak menemui hambatan. Di antaranya kendala keterbatasan waktu, keterbatasan biaya, keterbatasan tenaga, rasa capai, tidak terfokusnya perhatian siswa, dan hasil yang diperoleh terkadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu dicari alternative untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu alternatif yang kini dapat digunakan adalah pengembangan media presentasi pembelajaran berbasis komputer. Dengan media ini diharapkan dapat memberi kemudahan untuk menggambarkan objek-objek geografi yang tersedia di alam dan sulit dijangkau secara langsung.



Daftar Pustaka
Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega. 1990. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: F-PTK-
IKIP Bandung.
Hagget. P. 2001. Geography. A Global Synthesis. New York: Prentice Hall.
Sri Anitah. 2009. Media Pembelajaran. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS.
Sugiyanto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon
13 FKIP UNS.
Umi Chabibah. 2008. Pemanfaatan dan Pengembangan Media Presentasi Pembelajaran Geografi.
Jurnal Pendidikan Inovatif, Jilid 4 Nomor 1, September 2008: 42-47.
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
http://akhmadsudrajad.wordpress.com/

Selasa, 10 November 2009

STUDI LAPANGAN KE YOGYAKARTA


Kamis, 29 Oktober 2009 MGMP geografi SMA/MA Kota Surakarta mengadakan studi lapangan ke Yogyakarta dalam rangka memperluas wawasan keilmuan dan mempererat tali persaudaraan antar anggota yang terdiri lebih dari 50 guru yang berasal dari 20-an satuan pendidikan di Kota Surakarta.
Obyek studinya adalah di laboratorium Penginderaan Jauh, Laboratorium SIG Universitas Gadjah Mada dan Laboratorium Geospasial Parang Tritis.